Kamis, 06 Oktober 2016

Puasa (Shaum) 'Asyura Kapan?

tanggal 10 Muharram saja, atau
9 dan 10 Muharram, atau
9,10,11 Muharram??



Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata :
“Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam mensyari’atkan kepada kita untuk bershaum sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.

bershaum pada hari ke-9 dan ke-10, ini yang PALING UTAMA.

kalau bershaum pada hari ke-10 dan 11 maka itu sudah MENCUKUPI, karena (dengan cara itu sudah) menyelisihi Yahudi.
 
kalau bershaum semuanya bersama hari ke-10 (yaitu 9, 10, dan 11) maka TIDAK MENGAPA. Berdasarkan sebagian riwayat : “Bershaumlah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya.”
 
Adapun bershaum pada hari ke-10 saja maka MAKRUH.”
 
[Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah XV/403, fatwa no. 158]
 Jadi, yang paling utama adalah shaum hari ke-9 dan ke-10.
----------------------------------
Namun, para ‘ulama lainnya ada yang berpendapat bahwa yang paling utama adalah bershaum tiga hari, yaitu 9, 10, dan 11 Muharram. Ini merupakan pendapat :
▶️ Ibnul Qayyim (dalam Zadul Ma’ad II/76), dan
▶️ Al-Hafizh (dalam Fathul Bari).
Pendapat ini dikuatkan pula oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata :
“Shaum ‘Asyura memiliki empat tingkatan :
  1. Tingkat Pertama : bershaum pada tanggal 9, 10, dan 11. Ini merupakan tingkatan tertinggi. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad : Bershaumlah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. Selisihilah kaum Yahudi.” Dan karena seorang jika ia bershaum (pada) 3 hari (tersebut), maka ia sekaligus memperoleh keutamaan shaum 3 hari setiap bulan.
  2.  Tingkat Kedua : bershaum pada tanggal 9 dan 10. Berdasarkan sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam : “Kalau saya hidup sampai tahun depan, niscaya aku bershaum pada hari ke-9.” Ini beliau ucapkan ketika disampaikan kepada beliau bahwa kaum Yahudi juga bershaum pada hari ke-10, dan beliau suka untuk berbeda dengan kaum Yahudi, bahkan dengan semua orang kafir.
  3. Tingkat Ketiga : bershaum pada tanggal 10 dan 11.
  4. Tingkat Keempat : bershaum pada tanggal 10 saja. Di antara ‘ulama ada yang berpendapat hukumnya mubah, namun ada juga yang berpendapat hukumnya makruh.
Yang berpendapat hukumnya MUBAH berdalil dengan keumuman sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang shaum ‘Asyura, maka beliau menjawab “Saya berharap kepada Allah bahwa shaum tersebut menghapuskan dosa setahun sebelumnya.” Beliau tidak menyebutkan hari ke-9.








Sementara yang berpendapat hukumnya MAKRUH berdalil dengan sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam : “Selisihilah kaum Yahudi. Bershaumlah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” Dalam lafazh lain,“Bershaumlah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya.” Sabda beliau ini berkonsekuensi wajibnya menambahkan satu hari dalam rangka menyelisihi (kaum Yahudi), atau minimalnya menunjukkan makruh menyendirikan shaum pada hari itu (hari ke-10) saja. Pendapat yang menyatakan makruh menyendirikan shaum pada hari itu saja merupakan pendapat yang kuat.”
 [Liqaat Babil Maftuh]
----------------------------------
Sementara itu, ketika Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Iftaditanya apakah boleh melaksanakan shaum ‘Asyura satu hari saja? Maka lembaga tersebut menjawab :
“BOLEH melaksanakan shaum hari ‘Asyura satu hari saja.

Namun yang AFDHAL (lebih utama) adalah bershaum sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. Ini merupakan sunnah yang pasti dari Nabi shalallahu’alaihi wa sallam berdasarkan sabda beliau “Kalau saya masih hidup hingga tahun depan, niscaya aku akan bershaum pada hari ke-9.” Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata : “Yakni bersama hari ke-10.”
Wabillahit Taufiq. Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Shahbihi wa Sallam.

 Ketua : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
[dari Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil 'Ilmiyyah wal Ifta` X/401, fatwa no. 13.700]
•••••••••••••••••••••
🌠📝📡 Majmu'ah Manhajul Anbiya
📟▶ Join Telegram https://tlgrm.me/ManhajulAnbiya
💻 Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net

Ketika Akhwat Bercadar Pasang Foto


Bismillah, sebuah tulisan singkat tetang fenomena akhwat bercadar yang ingin ikut eksis di dunia maya dengan meng-upload foto ke MedSos. Miris lah karena dilakukan oleh orang yang terlihat sudah ngaji sunnah. Tapi ya godaan itu memang datangnya dari mana saja, dan berat tentunya. termasuk godaan untuk 'ikut-ikutan' eksis, walaupun hanya di dunia maya.

Tidak bisa dimungkiri lagi bahwa kita hidup di zaman fitnah. Dimana akan banyak ujian bagi seseorang yang ingin mengamalkan Islam dengan baik sesuai manhaj para Rasul, manhaj para sahabat nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Saudara dan saudariku fillah, salah satu fenomena yang kita hadapi saat ini adalah fenomena eksisime dan narsisisme, di media sosial dan media yang lain. Yang memprihatinkan adalah saat saudara dan saudari kita yang sudah mengenal dan menjalani manhaj salaf membebek untuk mengikuti budaya mungkar itu, ingin eksis dan akhirnya terkena penyakit narsis.

Berjilbab besar bahkan bercadar, kita temui foto-foto itu di media sosial. Sedang taklim, muhadharah atau belajar di pondok, di-upload pula. Ada apa denganmu wahai saudariku? Pakaianmu, jubahmu, itu bukan untuk mempercantik dirimu, tapi untuk menutupi kecantikanmu. Perhatikan wasiat Rasulullah berikut: “Tidaklah aku tinggalkan sesudahku suatu fitnah/cobaan yang lebih membahayakan bagi kaum pria daripada fitnah kaum wanita.” (HR. Muslim [2740]). Apakah engkau akan menjatuhkan dirimu untuk menjadi fitnah bagi orang lain? Apakah engkau mau menjadi penyebab terfitnahnya saudaramu? Na'udzubillah.

Saat engkau sudah bisa menutup tubuhmu, namun jangan sampai engkau lalai untuk menutup hatimu, inbox HPmu, dll. Sungguh, jangan sampai engkau -dan kita semua tentunya- merasa aman dari fitnah dan dosa, karena ta'ajub, merasa sudah baik, dll. Perhatikanlah nasehat Ibnu Mas'ud berikut: “Sesungguhnya seorang mukmin memandang dosa-dosanya seakan-akan ia sedang duduk di bawah gunung dan ia takut gunung tersebut jatuh menimpanya. Dan seorang fajir memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat di hidungnya lalu ia berkata demikian (mengipaskan tangannya di atas hidungnya untuk mengusir lalat tersebut.”

Wahai saudara dan saudariku fillah, Islam itu bukan hanya berjenggot, bercadar, berpakaian syar'i, dst. Namun juga adab kita terhadap Allah Ta'ala, Rasul-Nya, orang tua, suami/istri, lawan jenis, sesama muslim, dalam bergaul, menggunakan teknologi, belajar, dll.

Demikian nasehat singkat dari saudaramu, yang juga merupakan peringatan buat diri saya pribadi yang masih dho'if. 
Copas
Wallohul muwaffiq.

Intro

Nama: Syamsirul Alam (Ade Alam)
Alamat: Blok Wage, No. 29, RT. 03/03 Sumber-Cirebon 45611
No HP/WA: 085659754424-095759754424
Email: digitindo@gmail.com
Facebook: Fb.com/penuntutilmu
Pin BBM: